ANALISIS KEBIJAKAN HUKUMAN MATI DALAM KASUS NARKOTIKA: PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
Keywords:
Hukuman mati, narkotika, hak asasi manusia, kebijakan, IndonesiaAbstract
Abstrak:
Artikel ini mengkaji kebijakan hukuman mati di Indonesia dalam kasus-kasus narkotika melalui lensa hak asasi manusia. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan menggunakan metode kualitatif. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan para ahli hukum, aktivis hak asasi manusia, dan praktisi penegak hukum. Data sekunder diperoleh dari literatur, dokumen hukum, dan laporan organisasi internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati dilaksanakan setelah melalui proses hukum yang ketat, mulai dari penyelidikan oleh polisi, penuntutan oleh kejaksaan, putusan pengadilan, dan kemungkinan grasi dari Presiden. Kasus-kasus terkenal seperti duo Bali Nine dan Freddy Budiman menunjukkan dedikasi Indonesia dalam memerangi perdagangan narkoba, sekaligus memicu perdebatan global mengenai potensi pelanggaran terhadap hak untuk hidup dan kemungkinan adanya kesalahan dalam proses peradilan. Para pendukung hukuman mati berpendapat bahwa hukuman mati berfungsi sebagai alat pencegah, memberikan keadilan bagi para korban, dan menegakkan penegakan hukum secara tegas. Para penentang berpendapat bahwa hukuman mati melanggar hak asasi manusia, kurang efektif dalam mengekang perdagangan narkoba, dan menimbulkan risiko kesalahan peradilan. Jika dibandingkan dengan negara lain, strategi yang berfokus pada kesehatan di Portugal dan Belanda lebih berhasil dalam menangani masalah narkotika dengan tetap menghormati hak asasi manusia. Penelitian ini menyarankan agar Indonesia mengkaji ulang kebijakan hukuman mati dan mengeksplorasi opsi-opsi yang lebih berbelas kasih dan efisien, dengan penekanan pada pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Penelitian ini menawarkan wawasan yang berharga bagi para pembuat kebijakan untuk mengembangkan pendekatan penegakan hukum yang adil dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Abstract:
This article examines the death penalty policy in Indonesia in narcotics cases through the lens of human rights. This study uses an analytical descriptive approach using qualitative methods. Primary data was collected through interviews with legal experts, human rights activists, and law enforcement practitioners. Secondary data is obtained from literature, legal documents, and reports of international organizations. The results of the study show that the death penalty is carried out after going through a strict legal process, ranging from investigation by the police, prosecution by the prosecutor's office, court decisions, and possible clemency from the President. High-profile cases such as the Bali duo Nine and Freddy Budiman demonstrate Indonesia's dedication to fighting drug trafficking, while also sparking a global debate about potential violations of the right to life and possible wrongdoing in the judicial process. Proponents of the death penalty argue that the death penalty serves as a deterrent, provides justice for victims, and enforces law enforcement. Opponents argue that the death penalty violates human rights, is less effective in curbing drug trafficking, and poses a risk of judicial misconduct. When compared to other countries, health-focused strategies in Portugal and the Netherlands have been more successful in dealing with the drug problem while respecting human rights. The study suggests that Indonesia review its death penalty policy and explore more compassionate and efficient options, with an emphasis on prevention, treatment, and rehabilitation. This research offers valuable insights for policymakers to develop a fair and upholding approach to law enforcement.